DIRGAHAYU PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA KE 69 (1945-2014): HARI ESOK LEBIH BAIK DARI HARI INI DAN KEMARIN ALLAHU AKBAR!!! Program Studi Perbandingan Agama (Ushuluddin) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA: Revitalisasi Tarjih dan Tabligh Muhammadiyah Menghadapi Pemurtadan dann Pendangkatan Aqidah

Translate/Terjemah/ترجمة

Kamis, 28 November 2013

Revitalisasi Tarjih dan Tabligh Muhammadiyah Menghadapi Pemurtadan dann Pendangkatan Aqidah


Syamsul Hidayat
Dosen Ushuluddin UMS, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah


Iftitah
Sudah menjadi jatidiri dan karakter sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar, bahwa Muhammadiyah senantiasa memperkokoh aqidah dan ibadah umat, sehingga umat ini selalu memiliki aqidah tauhid bersih dari segala bentuk kemusyrikan dan hal-hal yang dapat melemahkan aqidah mereka. Muhammadiyah juga memurnikan pemahaman dan pengamalan ibadah dan muamalah dari segala bentuk bid’ah yang mengotori ibadah mahdhah, melalui gerakan pendidikan untuk mencerdaskan umat dengan berbasis pada tafhimul quran wa sunnah. 
Sebagai gerakan dakwah Islam dan gerakan amar bil makruf wa nahy anil munkar, Muhammadiyah juga senantiasa istiqamah untuk selalu membentengi umat Islam dari rongrongan gerakan sempalan yang memiliki ajaran sesat bahkan menyesatkan umat Islam dari jalan aqidah shahihah.

Dalam perjalanan sejarah Muhammadiyah yang kini telah menginjak abad kedua, sebagaimana dicatat oleh para peneliti, seperti dilakukan oleh Alwi Shihab seorang kader NU yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri Era Gus Dur, Ketua Umum PKB dan Menko Kesra era SBY JK. Alwi dalam penelitiannya untuk meraih doctor di Temple University Amerika Serikat, menyebutkan bahwa faktor utama lahirnya gerakan Muhammadiyah adalah pengaruh gagasan dan gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah, khususnya Muhammad bin Abdul Wahhab dan Rasyid Ridha dengan pemurnian pemahaman dan pengamalan Islam sebagai kelanjutan dari pemikiran dan gerakan Salafiyah Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, serta gerakan pemaharuan pendidikan dan sosial budaya Islam oleh Muhammad Abduh. Di samping itu faktor yang tidak kalah pentingnya adalah gencarnya gerakan Kristenisasi dan Liberalisasi ala Yahudi (Freemasonry) yang kedua-duanya berkolaborasi dengan pemerintah penjajah Hindia Belanda.

Artinya, gagasan dan gerakan pemurnian-pembaharuan Islam Timur Tengah telah memberi ruh (spirit) gerakan Muhammadiyah untuk membawa umat Islam kepada Islam otentik, ajaran Islam Ideal sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan generasi salafus Shalih dengan bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah, serta membawa kemajuan dan kebangkitan umat Islam dengan gerakan pembaharuan  pendidikan dan sosial budaya. Adapun kondisi umat Islam yang kenyataan pemahaman dan pengamalannya sangat jauh dari Islam Otentik dan fenomena pemurtadan (kristenisasi) serta sekularisasi-liberalisasi ala Yahudi dengan gerakan Freemasonry merupakan tantangan perjuangan Muhammadiyah saat itu.

Catatan yang demikian juga dikemukakan oleh penelitian Deliar Noer, yang menyebutkan bahwa gerakan pemurnian dan pembaharuan Muhammadiyah yang disemangati oleh gerakan pembaharuan Timur Tengah juga harus berhadapan dengan kalangan Islam Tradisional, gerakan Kristenisasi yang didukung Penjajah Belanda, dan serta golongan Nasionalis abangan dan kelompok Netral Agama  (sekular-liberal) hasil didikan Belanda.



Tegas, Bijak dan Berkemajuan.

Ketika Muhammadiyah yang masih “bayi” itu harus berhadapan dengan berbagai tantangan, baik kalangan internal umat Islam yang kebanyakan sangat jauh dari pemahaman dan pengamalan Islam murni dan dari segi pendidikan masih sangat jauh terbelakang, Muhammadiyah justru bersikap “dewasa”. Demikian juga ketika menghadapi tantangan Kristenisasi dan pemikiran liberal-sekular,

Muhammadiyah dikenal memiliki sikap tegas terhadap pemahaman dan pengamalan Islam yang menyimpang dari ajaran Islam murni, yang sering dikenal dengan jargon TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat), namun tetap bersikap bijak, yakni dengan pendekatan pendidikan. Bahkan Muhammadiyah telah menjadi pelopor pendidikan bagi bangsa Indonesia. Meskipun dalam penulisan sejarah nasional yang tercatat sebagai bapak Pendidikan Nasional bukan KH. Ahmad Dahlan, tetapi masyarakat Indonesia bahkan dunia melihat bahwa KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah adalah perintis dan pelopor pendidikan di Indonesia. Karena pendidikan Muhammadiyah tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja. Khusus dalam konteks pemurnian dan pembaharuan umat Islam dari dak-daki TBC, pendidikan Muhammadiyah memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, sesuai ajaran Muhammad dan teladan Salafus Salih, sehingga setelah melek ajaran Islam yang benar, dengan kesadarannya akan meninggalkan TBC. Gerakan pemberantasan TBC tidak dilakukan dengan pemaksaan, pemberangusan apalagi perusakan terhadap aktivitas dan aktivis TBC.

 Dengan model gerakan tersebut, kelompok lain yang merasa tidak cocok dengan geerakan pemurnian dan pembaharuan Islam ala Muhammadiyah tidak memiliki alasan untuk memberikan reaksi dengan kekerasan, bahkan di antara mereka mengakui kebenaran dakwah Muhammadiyah karena sesuai dengan ajaran al-Quran dan Sunnah, namun di antara mereka ada yang masih menikmati kondisi lamanya, yakni kondisi TBC, karena aktivitas TBC masih memberikan keuntungan bagi mereka. Namun, tidak sedikit di antara mereka yang merasa terpanggil untuk memperjuangkan Islam sebagaimana yang didakwahkan oleh Muhammadiyah, sehingga mereka bergabung dengan Muhammadiyah.

Demikian juga ketika menghadapi gencarnya kristenisasi dan sekularisasi-liberalisasi, Muhammadiyah amenghadapinya dengan gerakan sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana hal itu juga sering dilakukan oleh gerakan kristenisasi (gereja Kristen dan katolik)), sekularisasi dan liberalisasi (freemasonry Yahudi). Upaya membendung arus gerakan pemurtadan dan pendangkalan aqidah umat yang dilakukan oleh Muhammadiyah tidak dengan gerakan kekerasan, misalnya perusakan terhadap tempat ibadah dan pusat missionaris dalam menggalang aktivitasnya, tetapi dengan mencerdaskan umat, dan memberikan kesejahteraan serta hal-hal yang dibutuhkan oleh umat.  Muhammadiyah juga memberikan bekal kepada para dai-mubaligh serta para aktivis sosial-budaya, para pendidik, para medis dengan  pelatihan dan kajian mengenai kristenisasi, kristologi, ghazwul fikri dan aliran-aliran sesat-penyesatan beserta penanggulangannya, serta gerakan praksis sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat.



Perlu Revitalisasi Tarjih dan Tabligh

Menghadapi semakin gencarnya gerakan pemurtadan dan aliran sesat serta gerakan penyesatan umat, seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat diperlukan revitalisasi gerakan tarjih dan tabligh Muhammadiyah.

Semangat Muhammadiyah untuk membentengi aqidah umat dari pemurtadan dan penyesatan serta pendangkalan agama perlu ditingkatkan dan diperkuat vitalitasnya. Kalau pada tahun 1930-an Majlis Tarjih Muhammadiyah dengan gagah berani memutuskan fatwa bahwa keyakinan seperti yang dianut kelompok Ahmadiyah yang meyakini adanya Nabi sesudah Muhammad SAW adalah kafir (HPT. Hal. 282) dan orang yang menganut paham dan keyakinan tersebut harus diperingatkan (didakwahi) dengan ayat Al-Quran dan beberapa hadits Nabi diantaranya diriwayatkan Muslim tentang Muhammad adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi sesudahnya. Kini sudah saatnya Terjih Muhammadiyah mencermati dan memberikan fatwa tentang kesesatan aqidah Syi’ah, khususnya aliran syi’ah yang berkembang di Indonesia yang kebanyakan berhaluan Syiah Rafidhah dan Syi’ah Ghulat. Pengaruh syi’ah sangat gencar bahkan sudah jauh melebihi Ahmadiyah.  Kalau tidak segera dilakukan bahaya penyesatan aqidah umat akan terus merambah ke semua lapiran umat termasuk pimpinan dan warga Muhammadiyah. Kalau Tarjih sudah mengambil keputusan dan berfatwa, saatnya gerakan Tabligh yang akan menyebarluaskan kepada semua lapisan umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah.

Fatwa Tarjih yang selama ini dipandang terlalu fiqhiyyah, sudah saatnya meneliti aliran-aliran sempalan yang sesat serta menyesatkan umat Islam. Artinya gerakan Tabligh selama ini sudah mencoba memberikan penjelasan, kajian dan pelatihan kepada para dai-mubaligh Muhammadiyah tentang bentuk dan model Kristenisasi dan kelemahan-kelemahan ajaran Kristologi, gerakan-gerakan liberalisasi dan sekularisasi pemikiran Islam kontemporer, serta aliran-aliran Sesat dan menyesatkan, kiranya perlu diperkuat dengan hasil kajian, keputusan dan fatwa Tarjih mengenai hal tersebut.

Fenomena muttakhir tentang Syi’ah, yang konon ada aktivis Muhammadiyah yang menghadiri dan mengucapkan selamat untuk Hari Raya Syi’ah (Idul Gadir) adalah kenyataan pahit yang dapat membingungkan umat, hanya karena keterlambatan fatwa dan kajian Tarjih terhadap aqidah Syiah. Demikian juga gerakan baru yang merupakan penjilmaan dari Al-Qiyadah al-Islamiyah dan Komunitas Millah Abraham (KOMAR), yaitu Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR). Gafatar ini telah mulai menggait para aktivis Islam, termasuk Muhammadiyah. Menurut penelusuran sementara aktivis Islam yang masuk GAFATAR telah meninggalkan shalat dan aktivitas keislaman lainnya. Kalau itu dilakukan oleh mantan kader dan aktivis Muhammadiyah berarti kita telah kecolongan. 

Seorang Alumni Pondok Putri Gontor juga menjelaskan bahwa kawan seangkatannya di Pondok Gontor telah masuk GAFATAR, dan kini tidak lagi melaksanakan Shalat, tidak menutup aurat, bahkan menantang dan mendebat ketika diingatkan untuk kembali kepada ajaran Islam sebagaimana dipelajari di Pondok Modern Gontor.

Dengan revitalisasi Tarjih dan Tabligh Muhammadiyah, semoga keistiqomahan dan konsistensi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam yang mengawal aqidah umat dan membentengi umat dari rongrongan pemurtadan dan penyesatan aqidah umat dapat terus ditingkatkan dan diperkuat. Hadanallah wa iyyakum ajma’in.

Tidak ada komentar: