Syamsul Hidayat
Dosen Ushuluddin UMS, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah
Iftitah
Sudah menjadi jatidiri dan karakter sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar, bahwa Muhammadiyah senantiasa memperkokoh aqidah dan ibadah umat, sehingga umat ini selalu memiliki aqidah tauhid bersih dari segala bentuk kemusyrikan dan hal-hal yang dapat melemahkan aqidah mereka. Muhammadiyah juga memurnikan pemahaman dan pengamalan ibadah dan muamalah dari segala bentuk bid’ah yang mengotori ibadah mahdhah, melalui gerakan pendidikan untuk mencerdaskan umat dengan berbasis pada tafhimul quran wa sunnah.
Sebagai gerakan dakwah Islam dan gerakan amar bil makruf wa nahy anil munkar, Muhammadiyah juga senantiasa istiqamah untuk selalu membentengi umat Islam dari rongrongan gerakan sempalan yang memiliki ajaran sesat bahkan menyesatkan umat Islam dari jalan aqidah shahihah.
Dalam perjalanan sejarah Muhammadiyah yang kini telah menginjak abad kedua, sebagaimana dicatat oleh para peneliti, seperti dilakukan oleh Alwi Shihab seorang kader NU yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri Era Gus Dur, Ketua Umum PKB dan Menko Kesra era SBY JK. Alwi dalam penelitiannya untuk meraih doctor di Temple University Amerika Serikat, menyebutkan bahwa faktor utama lahirnya gerakan Muhammadiyah adalah pengaruh gagasan dan gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah, khususnya Muhammad bin Abdul Wahhab dan Rasyid Ridha dengan pemurnian pemahaman dan pengamalan Islam sebagai kelanjutan dari pemikiran dan gerakan Salafiyah Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, serta gerakan pemaharuan pendidikan dan sosial budaya Islam oleh Muhammad Abduh. Di samping itu faktor yang tidak kalah pentingnya adalah gencarnya gerakan Kristenisasi dan Liberalisasi ala Yahudi (Freemasonry) yang kedua-duanya berkolaborasi dengan pemerintah penjajah Hindia Belanda.
Artinya, gagasan dan gerakan pemurnian-pembaharuan
Islam Timur Tengah telah memberi ruh (spirit) gerakan Muhammadiyah untuk
membawa umat Islam kepada Islam otentik, ajaran Islam Ideal sebagaimana
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan generasi salafus Shalih dengan bersumber
kepada Al-Quran dan Sunnah, serta membawa kemajuan dan kebangkitan umat Islam
dengan gerakan pembaharuan pendidikan
dan sosial budaya. Adapun kondisi umat Islam yang kenyataan pemahaman dan
pengamalannya sangat jauh dari Islam Otentik dan fenomena pemurtadan
(kristenisasi) serta sekularisasi-liberalisasi ala Yahudi dengan gerakan
Freemasonry merupakan tantangan perjuangan Muhammadiyah saat itu.
Catatan yang demikian juga dikemukakan oleh penelitian
Deliar Noer, yang menyebutkan bahwa gerakan pemurnian dan pembaharuan
Muhammadiyah yang disemangati oleh gerakan pembaharuan Timur Tengah juga harus
berhadapan dengan kalangan Islam Tradisional, gerakan Kristenisasi yang
didukung Penjajah Belanda, dan serta golongan Nasionalis abangan dan kelompok Netral
Agama (sekular-liberal) hasil didikan
Belanda.
Tegas,
Bijak dan Berkemajuan.
Ketika Muhammadiyah yang masih “bayi” itu harus
berhadapan dengan berbagai tantangan, baik kalangan internal umat Islam yang
kebanyakan sangat jauh dari pemahaman dan pengamalan Islam murni dan dari segi
pendidikan masih sangat jauh terbelakang, Muhammadiyah justru bersikap
“dewasa”. Demikian juga ketika menghadapi tantangan Kristenisasi dan pemikiran
liberal-sekular,
Muhammadiyah dikenal memiliki sikap tegas terhadap
pemahaman dan pengamalan Islam yang menyimpang dari ajaran Islam murni, yang
sering dikenal dengan jargon TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat), namun tetap
bersikap bijak, yakni dengan pendekatan pendidikan. Bahkan Muhammadiyah telah
menjadi pelopor pendidikan bagi bangsa Indonesia. Meskipun dalam penulisan
sejarah nasional yang tercatat sebagai bapak Pendidikan Nasional bukan KH.
Ahmad Dahlan, tetapi masyarakat Indonesia bahkan dunia melihat bahwa KH. Ahmad
Dahlan dan Muhammadiyah adalah perintis dan pelopor pendidikan di Indonesia.
Karena pendidikan Muhammadiyah tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja.
Khusus dalam konteks pemurnian dan pembaharuan umat Islam dari dak-daki TBC,
pendidikan Muhammadiyah memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, sesuai
ajaran Muhammad dan teladan Salafus Salih, sehingga setelah melek ajaran Islam
yang benar, dengan kesadarannya akan meninggalkan TBC. Gerakan pemberantasan
TBC tidak dilakukan dengan pemaksaan, pemberangusan apalagi perusakan terhadap
aktivitas dan aktivis TBC.
Dengan model gerakan
tersebut, kelompok lain yang merasa tidak cocok dengan geerakan pemurnian dan
pembaharuan Islam ala Muhammadiyah tidak memiliki alasan untuk memberikan
reaksi dengan kekerasan, bahkan di antara mereka mengakui kebenaran dakwah Muhammadiyah
karena sesuai dengan ajaran al-Quran dan Sunnah, namun di antara mereka ada
yang masih menikmati kondisi lamanya, yakni kondisi TBC, karena aktivitas TBC
masih memberikan keuntungan bagi mereka. Namun, tidak sedikit di antara mereka
yang merasa terpanggil untuk memperjuangkan Islam sebagaimana yang didakwahkan
oleh Muhammadiyah, sehingga mereka bergabung dengan Muhammadiyah.
Demikian juga ketika menghadapi gencarnya kristenisasi
dan sekularisasi-liberalisasi, Muhammadiyah amenghadapinya dengan gerakan
sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana hal itu juga sering
dilakukan oleh gerakan kristenisasi (gereja Kristen dan katolik)), sekularisasi
dan liberalisasi (freemasonry Yahudi). Upaya membendung arus gerakan
pemurtadan dan pendangkalan aqidah umat yang dilakukan oleh Muhammadiyah tidak
dengan gerakan kekerasan, misalnya perusakan terhadap tempat ibadah dan pusat
missionaris dalam menggalang aktivitasnya, tetapi dengan mencerdaskan umat, dan
memberikan kesejahteraan serta hal-hal yang dibutuhkan oleh umat. Muhammadiyah juga memberikan bekal kepada para
dai-mubaligh serta para aktivis sosial-budaya, para pendidik, para medis
dengan pelatihan dan kajian mengenai
kristenisasi, kristologi, ghazwul fikri dan aliran-aliran sesat-penyesatan
beserta penanggulangannya, serta gerakan praksis sosial budaya dan
kesejahteraan masyarakat.
Perlu
Revitalisasi Tarjih dan Tabligh
Menghadapi semakin gencarnya gerakan pemurtadan dan
aliran sesat serta gerakan penyesatan umat, seiring dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi, sangat diperlukan revitalisasi gerakan tarjih dan
tabligh Muhammadiyah.
Semangat Muhammadiyah untuk membentengi aqidah umat
dari pemurtadan dan penyesatan serta pendangkalan agama perlu ditingkatkan dan
diperkuat vitalitasnya. Kalau pada tahun 1930-an Majlis Tarjih Muhammadiyah
dengan gagah berani memutuskan fatwa bahwa keyakinan seperti yang dianut
kelompok Ahmadiyah yang meyakini adanya Nabi sesudah Muhammad SAW adalah kafir
(HPT. Hal. 282) dan orang yang menganut paham dan keyakinan tersebut harus
diperingatkan (didakwahi) dengan ayat Al-Quran dan beberapa hadits Nabi
diantaranya diriwayatkan Muslim tentang Muhammad adalah penutup para Nabi dan
tidak ada Nabi sesudahnya. Kini sudah saatnya Terjih Muhammadiyah mencermati
dan memberikan fatwa tentang kesesatan aqidah Syi’ah, khususnya aliran syi’ah
yang berkembang di Indonesia yang kebanyakan berhaluan Syiah Rafidhah dan
Syi’ah Ghulat. Pengaruh syi’ah sangat gencar bahkan sudah jauh melebihi
Ahmadiyah. Kalau tidak segera dilakukan
bahaya penyesatan aqidah umat akan terus merambah ke semua lapiran umat termasuk
pimpinan dan warga Muhammadiyah. Kalau Tarjih sudah mengambil keputusan dan
berfatwa, saatnya gerakan Tabligh yang akan menyebarluaskan kepada semua
lapisan umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah.
Fatwa Tarjih yang selama ini dipandang terlalu
fiqhiyyah, sudah saatnya meneliti aliran-aliran sempalan yang sesat serta
menyesatkan umat Islam. Artinya gerakan Tabligh selama ini sudah mencoba
memberikan penjelasan, kajian dan pelatihan kepada para dai-mubaligh
Muhammadiyah tentang bentuk dan model Kristenisasi dan kelemahan-kelemahan
ajaran Kristologi, gerakan-gerakan liberalisasi dan sekularisasi pemikiran
Islam kontemporer, serta aliran-aliran Sesat dan menyesatkan, kiranya perlu
diperkuat dengan hasil kajian, keputusan dan fatwa Tarjih mengenai hal
tersebut.
Fenomena muttakhir tentang Syi’ah, yang konon ada
aktivis Muhammadiyah yang menghadiri dan mengucapkan selamat untuk Hari Raya
Syi’ah (Idul Gadir) adalah kenyataan pahit yang dapat membingungkan umat, hanya
karena keterlambatan fatwa dan kajian Tarjih terhadap aqidah Syiah. Demikian
juga gerakan baru yang merupakan penjilmaan dari Al-Qiyadah al-Islamiyah dan
Komunitas Millah Abraham (KOMAR), yaitu Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR). Gafatar
ini telah mulai menggait para aktivis Islam, termasuk Muhammadiyah. Menurut
penelusuran sementara aktivis Islam yang masuk GAFATAR telah meninggalkan
shalat dan aktivitas keislaman lainnya. Kalau itu dilakukan oleh mantan kader
dan aktivis Muhammadiyah berarti kita telah kecolongan.
Seorang Alumni Pondok Putri Gontor juga menjelaskan
bahwa kawan seangkatannya di Pondok Gontor telah masuk GAFATAR, dan kini tidak
lagi melaksanakan Shalat, tidak menutup aurat, bahkan menantang dan mendebat
ketika diingatkan untuk kembali kepada ajaran Islam sebagaimana dipelajari di
Pondok Modern Gontor.
Dengan revitalisasi Tarjih dan Tabligh Muhammadiyah,
semoga keistiqomahan dan konsistensi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam
yang mengawal aqidah umat dan membentengi umat dari rongrongan pemurtadan dan
penyesatan aqidah umat dapat terus ditingkatkan dan diperkuat. Hadanallah wa
iyyakum ajma’in.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar