BERMESRAAN DENGAN ALLAH MELALUI MEMAKMURKAN MASJID
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ
: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ
اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
Kembali puji dan syukur kita
panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan kenikmatan beribadah kepada
kita, khususnya pada bulan Ramadhan yang baru saja kita lalui, bahkan ibadah
shalat Id kita pada pagi ini. Karenanya kita berharap semoga semua itu
dapat mengokohkan ketaqwaan kita kepada Allah swt dalam menjalani sisa
kehidupan kita di dunia. Ketaqwaan yang membuat kita bisa keluar dari berbagai
persoalan hidup dan mengangkat derajat kita menjadi amat mulia di hadapan Allah
swt.
Shalawat
dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta
keluarga, sahabat dan para penerusnya hingga hari akhir nanti.
Di antara kompetensi dasar yang
dimiliki oleh orang-orang yang lulusan menunaikan ibadah shiyam ramadhan adalah
semakin dekat dan mesranya seorang Muslim dengan Rabbnya. Ia dekat dan mesra
dengan Ilahi Rabbi, seolah tiada batas lagi antara keduanya. Dan implikasi
langsung dari kemesraannya ini adalah hidupnya selalu dalam arahan dan
bimbingan Allah secara sempurna. Allah menegaskan;
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا
بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (البقرة: 186)
dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.
Salah satu yang tidak terpisah dari
aktivitas Ramadhan yang baru saja kita lalui adalah memakmurkan masjid. Selama
Ramadhan, masjid kita relatif jauh lebih makmur, pengurus dan jamaah masjid
lebih besar perhatiannya dengan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran hingga dana.
Ini merupakan pelajaran bagi kita semua bahwa seharusnya setiap kita menyadari
betapa masjid itu sangat penting bagi kaum muslimin.
Nilai-nilai yang sudah kita bina
selama ibadah Ramadhan harus dapat kita lestarikan, paling tidak sampai
Ramadhan tahun yang akan datang. Dalam konteks inilah menjadi penting
memfungsikan masjid sebagai pusat pembinaan umat Islam. Bagi kita, seharusnya
masjid kita posisikan seperti rumah kita sendiri atau kalau boleh disebut
sebagai rumah kedua umat Islam. Dan bentuk konkret dari hubungan yang mesra
antara hamba dengan Rabbnya. Rasulullah
saw bersabda:
اَلْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ
وَتَكَفَّلَ اللهُ لِمَنْ كَانَ الْمَسْجِدُ بَيْتَهُ بِالرُّوْحِ وَالرَّحْمَةِ
وَالْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ اِلَى رِضْوَانِ اللهِ اِلَى الْجَنَّةِ.
Masjid itu adalah rumah setiap orang
yang bertaqwa, Allah memberi jaminan kepada orang yang menganggap masjid
sebagai rumahnya, bahwa ia akan diberi ketenangan dan rahmat serta kemampuan
untuk melintasi shiratal mustaqim menuju keridhaan Allah, yakni surga (HR.
Thabrani dan Bazzar dari Abud Darda RA).
Allahu
Akbar 3x Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Dari hadits di atas, bila kita
menjadikan masjid seperti rumah kita sendiri, maka kita akan memperoleh tiga
hal. Pertama, ketenangan jiwa. Hal ini karena masjid merupakan
rumah Allah swt dan sumber ketenangan itu adalah Allah swt. Ketika orang
berdosa mau kembali ke masjid sebagai salah satu tanda taubatnya, maka Allah
swt menerimanya dengan senang hati, ini tentu membuat si pendosa menjadi
tenang. Ketika orang takut dan cemas mau ke masjid niscaya ia akan mendapatkan ketenangan
karena di masjid hati dan pikirannya dijernihkan, bahkan ketika orang punya
problem dalam hidup, pengurus masjid bersama jamaah yang lain akan membantu
menyelesaikan masalah dan mencari jalan keluar.
Dalam konteks inilah, para khatib
dan muballigh melalui khutbah dan ceramahnya harus dapat memberikan ketenangan,
sedangkan pengurus masjid dan jamaah bekerja sama untuk dapat membangun
ketenangan itu melalui program memakmurkan jamaah sehingga problematika yang
dihadapi jamaah dapat dibantu dan dicarikan jalan keluarnya.
Kedua,
bila masjid kita jadikan seperti rumah sendiri, maka kita akan memperoleh
rahmat atau kasih sayang dari Allah swt. Dalam konteks kehidupan
berjamaah atau bermasyarakat, rahmat Allah swt amat kita butuhkan, karena
dengan demikian kita akan berlaku lemah lembut dalam berinteraksi atau
berkomunikasi dengan sesama, baik dalam keluarga maupun masyarakat dan bangsa.
Sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang yang kasar menunjukkan bahwa
ia masih jauh dari rahmat Allah swt. Karena itu, sebesar-besarnya
kekecewaan atau kemarahan Rasulullah saw, beliau tidak dibenarkan berlaku
kasar, tetapi tetap lemah lembut, mudah memberi maaf atas kesalahan orang lain,
bahkan harus mendoakan ampunan baginya serta menjadi soliditas atau kekompakan
dalam berjamaah dengan bermusyawarah, ini semua hanya bisa dilakukan karena
rahmat Allah swt, sebagaimana firman-Nya:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah
kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali Imran [3]:159).
Keuntungan Ketiga bila
kita menjadikan masjid seperti rumah sendiri adalah diberi kemampuan melintas
shirat atau jembatan menuju surga. Ini merupakan dambaan setiap muslim. Hal ini
karena berhasil melewati shirat membuat kita akan masuk ke dalam surga.
Keberhasilan kita melewati shirat sangat tergantung pada bagaimana kita
menjalani kehidupan di dunia ini, salah satunya adalah bila kita komitmen
kepada pemakmuran masjid. Kemudahan melewati shirat karena telah memperoleh
cara yang sempurna, Rasulullah saw bersabda:
بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِى
الظُّلْمِ إِلَى الْمَسْجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Berbahagialah orang-orang yang
banyak berjalan ke masjid dalam kegelapan, mereka meraih cahaya yang sempurna
pada hari kiamat (HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Hakim).
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu, Jamaah
Shat Id Yang Berbahagia.
Persoalan kita kemudian adalah bagaimana
mewujudkan masjid seperti rumah kita sendiri. Paling tidak, ada empat hal yang
harus kita lakukan. Pertama, memiliki komitmen atau ikatan batin
sebagaimana hal itu kita tunjukkan terhadap rumah kita sendiri. Ikatan batin
yang kuat terhadap masjid membuat kita rindu kepada masjid dan selalu ingin
mendatanginya. Karena itu, perbedaan pendapat, ketidakcocokan pengurus dengan
pengurus, ketidakcocokan jamaah dengan pengurus hingga perbedaan pendapat tidak
boleh menjadi alasan bagi kita untuk tidak mau mendatangi masjid. Saling
menghormati atas adanya perbedaan, bermusyawarah dan mencari titik kesamaan
merupakan sesuatu yang amat penting untuk tercapainya masjid yang makmur.
Mendatangi masjid adalah komitmen kita kepada Allah swt dan persoalan kita
secara pribadi dengan sesama pengurus dan jamaah adalah persoalan lain. Bila
kita sudah memiliki ikatan batin dengan masjid, kita akan mendapatkan
perlindungan dari Allah swt pada hari kiamat, sesuatu yang amat kita butuhkan,
Rasulullah saw bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِى
ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ اِلاَّظِلُّهُ:..وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ
بِالْمَسْجِدِ إِذَاخَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُوْدَ اِلَيْهِ.
Ada tujuh golongan orang yang akan
dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: …seseorang
yang hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali
kepadanya (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu, orang yang sudah rajin
datang ke masjid dalam rangka memakmurkannya tidak perlu kita ragukan
keimanannya, Rasulullah saw bersabda:
اِذَا رَاَيْتُمُ الرَّجُلَ
يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوْا لَهُ باِلإِيْمَانِ
Apabila kamu sekalian melihat
seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia benar-benar beriman (HR.
Tirmidzi dari Abu Sa’id Al Khudri).
Kedua,
betah berada di dalamnya. Karenanya seorang mukmin bila berada di masjid
menjadi seperti ikan di dalam air, sedangkan orang munafik justru seperti
burung dalam sangkar. Ramadhan adalah bulan di mana kita merasakan lebih banyak
waktu untuk berada di Masjid, apalagi pada 10 hari terakhir Ramadhan. Orang
yang betah berada di masjid selama tidak mengabaikan kewajibannya yang lain
mendapatkan penghargaan khusus dari Allah swt. Bila shalat berjamaah, orang
yang betah di masjid menunggu saatnya pelaksanaan shalat berjamaah sehingga menunggunya
dihitung seperti shalat, Rasulullah saw bersabda:
لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِى
صَلاَةٍ مَادَامَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى
أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ
Selalu seseorang teranggap dalam
shalat selama tertahan oleh menantikan shalat, tiada yang menahannya untuk
kembali ke rumahnya hanya semata-mata karena menantikan shalat (HR. Bukhari dan
Muslim).
Begitu pula dengan ibadah Jumat yang
berusaha dihadirinya lebih pagi sehingga mendapat nilai yang luar biasa besar,
Rasulullah saw bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ,
وَقَفَتِ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ يَكْتُبُوْنَ اْلأَوَّلَ
فَاْلأَوَّلَ وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِى يُهْدِى بَدَنَةً, ثُمَّ
كَالَّذِى يُهْدِى بَقَرَةً, ثُمَّ
كَبْشًا, ثُمَّ دَجَاجَةً, ثُمَّ بَيْضَةً، فَاِذَا خَرَجَ اْلاِمَامُ
طَوَوْا صُحُفَهُمْ, يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.
Jika tiba hari Jumat, para malaikat
berdiri di pintu-pintu masjid menulis yang hadir pertama dan yang seterusnya.
Dan perumpamaan orang yang berangkat pertama adalah seperti orang yang
berkorban seekor unta, kemudian seperti orang yang berkorban sapi, kemudian
seekor domba, kemudian seekor ayam, kemudian sebutir telur. Jika imam telah
hadir, maka mereka menutup buku catatan dan menyimak dzikir (khutbah). (HR.
Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah).
Ketiga,
mau bertanggung jawab terhadap eksistensi dan pemakmurannya. Kata “memakmurkan”
berasal dari kata dasar “makmur”. Kata itu merupakan serapan dari bahasa Arab (
عَمَرَ
– يَعْمُرُ -عِمَارَةً
) yang memiliki banyak arti. Di antaranya adalah: membangun, memperbaiki,
mendiami, menetapi, mengisi, menghidupkan, mengabdi, menghormati dan memelihara
serta memfungsikan sesuai dengan fungsi yang ditetapkan Allah swt dan
Rasul-Nya. Kata itu dipakai oleh Allah dalam firman-Nya yang juga menunjukkan
keutamaan pemakmur masjid:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ
اللَّهِ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ
وَآَتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ
يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid
Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta
tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun)
selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk
golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS At-Taubah [9]:18)
Dengan demikian, memakmurkan masjid
berarti membangun, mendirikan dan memelihara masjid, menghormati dan menjaganya
agar bersih dan suci, serta mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah
dan ketaatan kepada Allah swt. Salah satu yang diperingatkan oleh Rasulullah
saw adalah bila masjid sudah dibangun, apalagi dengan megah dan indah, tapi
hanya sedikit orang yang memakmurkannya, beliau bersabda:
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ
يَتَبَاهَوْنَ بِالْمَسَاجِدِ ثُمَّ لاَ يَعْمُرُوْنَهَا إِلاَّ قَلِيْلاً
Sungguh akan datang pada umatku
suatu masa di mana mereka saling bermegah-megahan dengan membangun masjid tapi
yang memakmurkannya hanya sedikit (HR. Abu Daud).
Keempat, menyejahterakan
dan memajukan orang yang berada di dalamnya mulai dari memecahkan problematika
yang dihadapi jamaah, mendamaikan jamaah yang konflik, mengurangi atau
mengatasi beban hidup jamaah masjid, membekali dan meningkatkan keterampilan usaha,
memberi modal usaha, bantuan musibah dan berbagai usaha sosial lainnya.
Rasulullah saw telah mencontohkan
semua itu ketika membangun shuffah atau semacam asrama di masjid Nabawi
sehingga boleh dibilang pada masa Nabi tidak ada gelandangan karena masalah
sosial. Karena itu, bila semua kita mau berkontribusi atau memberi sumbangsih
bagi peran masjid di bidang sosial, niscaya tidak ada persoalan jamaah yang
tidak teratasi.
Dengan demikian, tugas kita bersama
adalah bagaimana masjid-masjid kita yang lebih makmur pada bulan Ramadhan dapat
kita tindaklanjuti pemakmurannya sesudah Ramadhan berakhir. Kondisi masyarakat
kita yang sulit, kemerosotan akhlak pada berbagai tingkatan masyarakat dan
berbagai persoalan yang menghadang kehidupan menuntut peran serta masjid
sehingga tidak hanya jamaah harus memakmurkan masjid tapi masjid juga harus
memakmurkan jamaahnya.
Akhirnya marilah kita akhiri khutbah
Id kita hari ini dengan sama-sama berdoa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ
خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ
لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ
الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا
وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا
دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى
فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ
رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ
مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا
تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا
مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا
وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ
ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ
تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ
عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
اَللَّهُمَّ اِنِّى أَعُوْذُ بِكَ
مِنْ عِلْمِ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ
تَسْبَعُ وَمِنْ دُعَاءِ لاَيُسْمَعُ
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar