DIRGAHAYU PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA KE 69 (1945-2014): HARI ESOK LEBIH BAIK DARI HARI INI DAN KEMARIN ALLAHU AKBAR!!! Program Studi Perbandingan Agama (Ushuluddin) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA: Dari Diskusi Seton, 26 Januari 2013

Translate/Terjemah/ترجمة

Senin, 04 Februari 2013

Dari Diskusi Seton, 26 Januari 2013

Varian Islam di Surakarta terkait Dengan Pandangan Hidup Muslim Jawa


Dosen Antropologi Agama Prodi Ushuluddin UMS, Muhammad Yusron menyatakan varian Islam di Surakarta yang sangat banyak dan mereka bisa hidup berdampingan dengan dinamis sangat terkait dengan pandangan hidup (worldview) Islam Jawa alias kejawen Islam. Memang menarik, di Solo Raya terdapat kelompok-kelompok keagamaan yang sangat beragam, mulai dari kelompok pemurnian yang sangat ketat, seperti MTA, Salafi, Al-Irsyad, Jamaah Gumuk, kelimpok Islam Sinkretis, seperti NU, Islam kejawen, Jamuro hingga kelompok pemurnian moderat seperti Muhammadiyah, Al-Islam. Di samping itu terdapat juga kelompok Islam dengan warna lain seperti Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh, LDII, Syiah, Ahmadiyah dan sebagainya. Di luar itu masih ada lasykar-lasykar umat Islam yang satu sama lain juga belum terjalin komunikasi yang intens tetapi bisa saling menghargai.

Meskipun antara satu dengan lainnya tidak terintegrasi secara kuat tetapi juga tidak menunjukkan permusuhan atau konflik satu sama lain secara terbuka. Bahkan dalam batas-batas tertentu MUI dapat memfasilitasi untuk berkumpulnya masing-masing kelompok meskipun tidak seluruhnya. Demikian paparan Yusron dalam Diskusi Seton, pada Sabtu, 26 Januari 2013 lalu.
Menurut Yusron, kondisi ini disebabkan oleh adanya integrasi nilai-nilai ajaran Islam tentang ukhuwwah dan silaturrahim, tetapi juga diperkuat dengan pola prilaku dsan budaya Jawa, yang di antaranya terdapat pola-pola prilaku seperti nyawiji, ngguyu, andap asor, bener ning ora pener, ngluruq tanpo bolo dan sebagainya. Pandangan hidup Jawa yang menyatu dengan pandangan hidup Islam menjadi kekayaan budaya tersendiri, meski demikian tetap harus kritis sejauh mana sinkretisme Islam dengan budaya lokal dapat ditolerir oleh ajaran Islam. 

Tidak ada komentar: