DIRGAHAYU PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA KE 69 (1945-2014): HARI ESOK LEBIH BAIK DARI HARI INI DAN KEMARIN ALLAHU AKBAR!!! Program Studi Perbandingan Agama (Ushuluddin) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA: Diskusi Seton 23 Pebruari 2013

Translate/Terjemah/ترجمة

Senin, 25 Februari 2013

Diskusi Seton 23 Pebruari 2013

POSMODERN ALA BARAT VERSUS AGAMA

Posmodernisme Barat dalam hal tertentu memang merupakan antitesa dari modernisme Barat, namun ia juga merupakan kelanjutan dan penyerpurnaan modernisme ala Barat yang bertumpu pada Sekularisme, Pluralisme, Relativisme dan Liberalisme.
Pandangan hidup yang dibawa oleh Pormodernisme Barat ini tentu akan sangat bertentangan padangan hidup Islam. Demikian hasil kajian SETON Prodi Ushuluddin yang dilaksanakan Sabtu, 23 Pebruari 2013, yang menampilkan Drs. Suharjianto, M.Ag, dosen bidang Pemikiran dan Filsafat Islam.


Hamid Fahmi Zarkasyi
Amin Abdullah
Menurut, Antok demikian panggilan akrab Suharjianto, pakar Indonesia yang sangat mengapresiasi Pormodernisme Barat terkait dengan kehidupan Agama dan pesudoagama adalah Amin Abdullah, guru besar dan mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menurut Amin, jelas Antok, posmodernisme memberikan ruang gerak bagi agama meskipun harus dilakukan interpretasi baru sesuai dengan kondisi posmodern. Pandangan Amin ini sejalan dengan pandangan Kaum Liberal seperti kelompok JIL yang mengedepankan relativisme dan pluralisme, sehingga kebenaran yang hakiki dan mutlak (K besar) hanya milik Tuhan yang tidak tersentuh oleh manusia, sedangkan manusia hanya bisa mencapai kebenaran relatif (k kecil). Dengan demikian penafsiran terhadap Agama bisa dilakukan oleh siapa saja. Amin terlalu terbawa arus pormodernism worldview yang memang dekonstruktif terhadap segala sistem yang mapan. Dia menganggap agama juga demikian bisa didekonstruksi oleh siapa saja, dengan dalih kenisbian alias relatif. Padahal ada penafsir yang disepakati ada ijma', bahkan Ijma sahabi bisa dikategorikan sebagai dalil qath'i, seperti tentang aurat, jumlah waktu shalat dan rekaatnya, tentang arkanul iman dan arkanul Islam dan sebagainya.
Alparslan: Qaul Qadim dan Qaul Jadid
Pandangann dekonstruktif  ini tentu saja bertentangan dengan Pandangan hidup Islami, yang memandang bahwa sebagian masalah agama telah baku penafsirannya oleh Rasulullah dan generasi al-Sabiqunal Awwalun (salafus Salih), seperti masalah akidah, ibadah dan sebagian masalah muamalah dan akhlak. Sedangkan sebagian besar persoalan muamalah dan ibadah umum bisa mengalami dinamika dan terbuka ruang perkembangan penafsiran.  Pandangan ini dikemukakan oleh Hamid Fahmi Zarkasyi yang satu guru dengan Amin Abdullah. Hamid Fahmi mengembangan pemikiran dan filsafat Islam yang berpijak kepada Islamic Worldview. Hamid pernah mengatakan, memang saya satu guru dengan Amin Abdullah, yaitu Alparslan Acikgence, tetapi Alparslan ketika menjadi guru Hamid Fahmi telah memberlakukan Qaul Jadid (Teori Baru) yang berbeda 180 derajat dengan ketika Alparslan menjadi Gurun Amin Abdullah, yang waktu itu masih menghambakan diri kepada Posmodernisme dan Sekularisme ala Eropa. Kini ia justru mengkritik pandangan posmodern Barat karena bertentangan dengan prinsip Islam, dan prinsip Islam inilah yang lebih dan paling bermartabat bagi manusia. Allahu Akbar.

Tidak ada komentar: