Pimpinan Universitas Muhammadiyah Surakarta, telah sekian lama
berusaha untuk mempertahan eksistensi Prodi Ushuluddin Perbandingan
Agama yang berdiri sejak tahun 1966 dengan nama Jurusan
Ushuluddin/Perbandingan Agama IAIM Surakarta bersadarkan Keputusan
Menteri Agama nomor 21 tahun 1966. Adalah Drs. H. Mohammad Djazman
al-Kindi Rektor UMS pertama (setelah merjer IKIP Muhammadiyah dan IAIM)
pernah menerapkan gagasan yang dibilang cukup kontroversial. Karena
selama ini Jurusan Ushuluddin Perbandingan Agama hanya memperoleh
mahasiswa berkisar antara 2 - 5 orang, bahkan pernah sepi peminat, maka
oleh Djazman diadakan Program Kader Muhammadiyah, dengan cara UMS
menyediakan beasiswa bagi kader Muhammadiyah pilihan yang diutus oleh
Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah se Indonesia.
Menurt Djazman dengan 2 orang atau 40 orang mahasiswa, UMS akan mengeluarkan biaya yang sama untuk membayar dosen yang mengajar di Jurusan tersebut. Kenapa tidak dicarikan kader-kader pilihan yang berkualitas dari seluruh Indonesia sejumlah 38 orang. Tentu akan mengangkat Jurusan Perbandingan Agama, bahkan mengangkat nama UMS secara keseluruhan, karena kalau inputnya berkualitas pastilah lulusannya akan lebih berkualitas, dan ini akan mengangkat nama UMS di masa depan. Di samping itu menurut Mohamad Djazman program UMS ini bisa merupakan ibadah karena memberikan santunan pendidikan kepada para Kader pejuang Muhammadiyah masa depan, pasti Allah tidak tinggal diam untuk mencurahkan rahmat-Nya. Paparan Djazman ini pun didukung oleh segenap pimpinan UMS dan ketika disampaikan kepada PP Muhammadiyah pun di amini.
Menurt Djazman dengan 2 orang atau 40 orang mahasiswa, UMS akan mengeluarkan biaya yang sama untuk membayar dosen yang mengajar di Jurusan tersebut. Kenapa tidak dicarikan kader-kader pilihan yang berkualitas dari seluruh Indonesia sejumlah 38 orang. Tentu akan mengangkat Jurusan Perbandingan Agama, bahkan mengangkat nama UMS secara keseluruhan, karena kalau inputnya berkualitas pastilah lulusannya akan lebih berkualitas, dan ini akan mengangkat nama UMS di masa depan. Di samping itu menurut Mohamad Djazman program UMS ini bisa merupakan ibadah karena memberikan santunan pendidikan kepada para Kader pejuang Muhammadiyah masa depan, pasti Allah tidak tinggal diam untuk mencurahkan rahmat-Nya. Paparan Djazman ini pun didukung oleh segenap pimpinan UMS dan ketika disampaikan kepada PP Muhammadiyah pun di amini.
Ternyata benar, Rahmat Allah segera terlimpah. Adalah keluarga Ibu
Hajjah Nuriyah Shabran yang telah membangun gedung pesantren dengan
kelengkapannya, menawarkan kepada Muhammadiyah via UMs agar gedung
tersebut dimanfaatkan sebagai wakaf untuk mendidik kader umat.
Sebelumnya sempat ditawarkan kepada lembaga Islam lainnya, tetapi konsep
yang diajukan tidak ada yang cocok dengan keluarga Wakif Hajjah Nuriyah
Shabran, dan ketika ditawarkan kepada Muhammadiyah, konsep yang
diajukan UMs ternyata sangat klop dengan keinginan keluarga Wakif, maka
dimulailaah Program Pondok Shabran yang salah satunya untuk memperkuat
Ushuluddin disamping mencetak kader.
Namun akhir-akhir ini, kondisi peminat Ushuluddin lembali menurun,
dan Pimpinan UMS kembali memikirkan eksistensi Jurusan Ushuluddin, kali
ini mencoba mengalihkan bidang ilmu (Prodi) dari Perbandingan Agama (PA)
kepada Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IQT). Diharapkan dengan
perubahan ini disamping dapat memperkuat eksistensi Jurusan Ushuluddin
juga dapat menyediakan kader-kader ahli ilmu al-Quran dan Tafsir yang
kini di Muhammadiyah sangat langka. Gagasan Pimpinan UMS ini
dikomiunikasikan dengan BPH dan Pimpinan FAI UMS pada tanggal 17
Desember 2012 yang akhirnya memperoleh kata sepakat untuk mengalihkan
Prodi PA ke Prodi IQT. Hasil tersebut oleh pimpinan FAI disampaikan
kepada Senat FAI yang aklhirnya juga mengamini gagasan pimpinas UMS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar